MINGGU KE-2, PERMASALAHAN SOSIAL DAN SOLUSINYA
Permasalahan pada Sistem Bantuan Sosial
Krisis ekonomi yang dipicu pandemi COVID-19 telah memunculkan kebutuhan untuk menyempurnakan sistem bantuan sosial (bansos) di Indonesia. Pandemi yang menyebabkan krisis ekonomi seperti ini belum pernah terjadi sebelumnya (unprecendented) sehingga menimbulkan situasi yang penuh dengan ketakpastian dalam masyarakat. Situasi seperti ini mendorong munculnya urgensi untuk memperbaiki sistem bansos secara menyeluruh. Pembuat kebijakan pun dituntut untuk merespons gejolak sosial dalam masyarakat dengan cepat. Kedua hal tersebut hanya bisa dicapai jika ada mekanisme koordinasi dan sinkronisasi yang melibatkan aktor-aktor terkait di berbagai lapisan pemerintahan.
Kebutuhan akan pembaruan sistem bansos dapat dilihat dari berbagai permasalahan terkait pendataan dan penyaluran bansos selama pandemi. Hasil pemantauan media massa nasional dan media massa lokal di Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Maros (Sulawesi Selatan), Kabupaten Badung (Bali), dan Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam periode 21 April–9 Juni 2020 menunjukkan setidaknya dua masalah utama. Masalah pertama adalah kurangnya koordinasi dan ketakjelasan mekanisme penyaluran bansos, sementara masalah kedua adalah ketakakuratan data penerima bansos.
Masalah Data Penerima dan Sistem Penyaluran Bansos
Pengalaman Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat, dan Kabupaten Maros memberi gambaran mengenai karut-marutnya data penerima dan penyaluran bansos di Indonesia. Polemik terkait bansos melibatkan aktor-aktor di tingkat pemerintah daerah (pemda) hingga Pemerintah Pusat.
Di Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Maros, terjadi protes dan penolakan masyarakat akibat penyaluran bansos yang bermasalah selama pandemi. Di beberapa daerah di Jawa Barat, berbagai pihak, mulai dari warga hingga perangkat desa, menolak bansos karena merasa bahwa data yang ada tidak akurat sehingga penyaluran bansos tidak menyeluruh atau tidak tepat sasaran. Di Kabupaten Maros, warga protes karena merasa ada pihak yang membutuhkan, tetapi tidak mendapatkan bantuan.
Pemda di kedua daerah tersebut memberikan respons yang berbeda terhadap protes dan penolakan warga. Gubernur Provinsi Jawa Barat, Ridwan Kamil, menarik lebih jauh pertanggungjawaban atas kejadian tersebut ke Pemerintah Pusat. Ia menekankan pentingnya sinkronisasi penyaluran bansos agar tidak muncul kesalahpahaman masyarakat akibat perbedaan waktu dan cara penyaluran bansos.
Mengurai Benang Kusut dalam Penyaluran Bansos: Pemetaan Pemangku Kepentingan
Untuk melihat permasalahan dalam penyaluran bansos secara lebih jelas, kami melakukan analisis pemangku kepentingan melalui penelusuran berita di media daring dan cetak nasional dan daerah di Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat, dan Kabupaten Maros dalam periode April–Juni 2020. Pada tahap awal, aktor-aktor yang teridentifikasi terlibat dalam permasalahan penyaluran bansos di ketiga wilayah tersebut dipetakan berdasarkan tingkat kuasa (power) dan kepentingan.
Tingkat kuasa dilihat terutama dari kewenangan seorang aktor berdasarkan regulasi yang terkait dengan pendataan penerima dan penyaluran bansos. Kapasitas untuk memengaruhi aktor lain, yang bisa diidentifikasi dari berita yang ada, juga dijadikan acuan untuk melihat tingkat kuasa.
Sementara itu, tingkat kepentingan seorang aktor dilihat terutama dari indikator penitikberatan sebuah persoalan yang dianalisis dari pernyataan aktor tersebut (metode analisis konten) dalam berita tentang bansos. Selain itu, frekuensi kemunculan seorang aktor dalam berita di media massa, baik dalam bentuk kutipan pernyataan atau objek yang dibicarakan oleh aktor lain, juga menjadi pertimbangan dalam melihat tingkat kepentingannya.
Agar kebutuhan penyaluran program perlindungan sosial saat krisis ekonomi dapat segera ditangani, setidaknya terdapat tiga hal utama yang perlu dilakukan.
- Perancangan mekanisme dan prosedur khusus untuk pendataan sasaran dan penyaluran bantuan yang lebih cepat dan tepat, terutama saat terjadi krisis ekonomi akibat bencana nonalam. Mekanisme tersebut perlu dirancang dengan mengacu pada kelima isu utama (Pendanaan, Akuntabilitas, Dampak ekonomi dan sosial, Koordinasi dan implementasi penyaluran bantuan, dan Koordinasi basis data dan kualitas data) yang saat ini mendapat penekanan dari para pemangku kepentingan.
- Pendelegasian wewenang dan peran untuk melakukan koordinasi dalam menjalankan mekanisme khusus yang dijelaskan pada poin a).
- Pembaruan pangkalan data, sebagaimana telah diatur dalam Permensos No. 5 Tahun 2019, yang dijalankan secara rutin dan dibuat lebih terbuka agar bisa dipantau publik. Basis data yang ada saat ini seharusnya diperbarui secara rutin sehingga bisa menjadi modal awal bagi penerapan intervensi kebijakan yang tepat ketika terjadi bencana nonalam dan/atau krisis serupa pada masa mendatang.
Komentar
Posting Komentar